Ramainya kasus korupsi yang mewarnai berita media membuat reaksi masyarakat sangat agresif. Media menjadi salah satu corong yang mengisi (bahkan cenderung memaksa) pikiran pembaca seperti yang mereka mau. Selain menyebarkan informasi, apalagi kalau bukan mencari popularitas, menaikkan iklan dengan menyedot pembaca sebanyak mungkin.
Banyaknya kasus korupsi yang diberitakan oleh media menurut saya bukan karena makin maraknya kasus korupsi yang terjadi tetapi karena makin banyaknya kasus yang terungkap. Bukan rahasia lagi kalau sebelum dan sesaat sesudah eformasi kasus korupsi justru banyak terjadi. Tetapi karena korupsi jaman dulu bisa di-magic sedemikian rupa maka tidak pernah terungkap. Saat ini dengan prinsip kebebasan pers dan sistem baru pemberantasan korupsi, makin banyak kasus yang terungkap dan tentunya makin banyak diberitakan oleh media.
Sayangnya, walaupun banyak kasus yang terungkap namun banyak hasil putusan pengadilan yang tidak memuaskan. Lagi-lagi media punya bahan untuk meramaikan pasar opini. Yang paling sering adalah menganalogikan putusan pengadilan tindak pidana korupsi dengan maling ayam, maling jemuran, maling sendal dll. Namun apakan analogi ini fair?
Saya melihat dari sisi yang berbeda: korupsi ya korupsi, maling ayam ya maling ayam. Saya setuju dengan prinsip penegakan hukum yang merata, baik kejahatan tingkat tinggi maupun kejahatan jalanan. Hukum tidak pandang bulu, yang salah ya harus masuk penjara. Maling ayam, maling jemuran dkk sepanjang memang terbukti bersalah harus dihukum. Hukuman terhitung bulan bagi maling-maling amatir itu saya kira wajar, yang penting adalah memberikan efek jera. Namun hukuman mati dan seumur hidup sangat lebih pantas untuk para koruptor kakap.
Perhatian utama seharusnya pada penegakan hukum terhadap koruptor, bukan membadingkannya dengan maling ayam. Jika analogi ini terus berjalan, lama-lama maling-maling amatiran seakan mendapat angin segar dengan membalikkan istilah: kalau koruptor saja dihukum ringan maka kami harus dibebaskan!
Biarkanlah semua pada jalannya. Maling-maling sekecil apapun tetaplah harus dihukum karena peraturan harus ditegakkan. Namun berikanlah keringanan pada mereka apabila disertai dengan alasan kemanusiaan. Koruptor kakap juga harus dihukum walaupun saat ini menghadapi tembok yang sangat besar. Kritik sebaiknya tidak dengan menganalogikan mereka dengan maling ayam , tetapi dengan kasus-kasus korupsi di negara lain semisal Cina. Hujatan, cacian terhadap koruptor juga tidak salah, bahkan bisa menjadi penyemangat dalam pemberantasan korupsi.
Apabila penegakan hukum berjalan sinergis dari yang kecil sampai dengan yang besar, harapan masa depan kehidupan bermasyarakat tentunya menjadi lebih baik. Orang akan berpikir ulang untuk sekedar maling kecil-kecilan kalau tetap dihukum. Para koruptor harusnya juga dihukum seberat-beratnya, mati sekalian atau dimiskinkan selama hidupnya. Harapan semua tergantung pada aparat hukum, semoga mereka tidak hanya sibuk mengurusi maling ayam dan maling-maling kecil lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar