Jumat, 02 November 2012

Sisi Lain Penyebab Kemacetan di Jakarta

Lagi-lagi macet, tema yang tak mungkin tak laku di Jakarta. Berbagai pendapat tentang kemacetan dari yang ahli sampai yang iseng mengenai kemacetan selalu bisa dijadikan bahan obrolan. Dari segi makro penyebab kemacetan sudah disepakati secara "publik". Bahkan secara akademis juga telah banyak paparan mengenai penyebab dan alternatif solusi mengatasi kemacetan.


Beberapa pendapat ilmiah yang sudah diterima masyarakat umum tentang penyebab kemacetan antara lain kurangnya ruas jalan, banyaknya mobil pribadi, kurangnya angkutan umum dan tidak ditegakkannya peraturan lalu lintas. Faktor-faktor tersebut telah dibahas secara mendetil bahkan dengan berbagai ide penyelesaiannya. Namun demikian, hasil pembahasan masalah tersebut biasanya berhenti di meja dan tidak bisa diaplikasikan di lapangan.

Ketika faktor makro sudah seringkali menjadi pepesan kosong, ada beberapa faktor mikro yang sebenarnya perlu diperhatikan agar masalah kemacetan ini berkurang. Faktor mikro ini tentu saja bersifat sederhana dan tidak secara serta merta menghapus kemacetan. Setidaknya niat yang baik dari diri sendiri pastinya berkontribusi mengurai kemacetan yang disebabkan faktor makronya. Beberapa hal kecil yang menyebabkan kemacetan menurut pandangan saya adalah:



1. Infrastruktur jalan
Banyak kemacetan yang disebabkan karena kendaraan terjebak oleh kerusakan jalan. Di titik-titik jalan yang rusak terpaksa pengendara memperlambat laju untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Apabila jalan tersebut sempit maka otomatis antrian kendaraan akan membuat kemacetan yang panjang. Kerusakan jalan ini disebabkan antara lain tidak adanya saluran drainase. Setiap musim hujan air tidak bisa mengalir dari badan jalan sehingga menyebabkan permukaan jalan menjadi rusak. Oleh sebeb itu pembangunan drainase yang baik cukup signifikan mengurangi kemacetan.

2. Gali menggali lubang

Hobi pembangunan utilitas dengan menggali pinggiran jalan menyumbang penyebab kemacetan. Hampir setiap dua atau tiga bulan sekali sering dijumpai penggalian kabel, serat optik, listrik dan sejenisnya. Dampak dari penggalian itu selain mengganggu arus lalu lintas pada saat pekerjaan berlangsung juga setelah pekerjaan selesai. Biasanya bekas galian ditutup sekenanya sehingga pengendara cenderung menghindari tempat itu. Lajur kiri yang seharusnya aman untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda motor menjadi tidak nyaman lagi. Bahkan angkot dan kendaraan umum bergeser ke tengah pada saat ngetem. Penertiban proyek gali menggali ini harus diperketat agar kemacetan bisa berkurang.

3. Rekayasa lalu lintas
Tidak tertatanya putaran balik, persimpangan dan penataan arah ikut menyumbang kemacetan. Beberapa putara balik yang dikelola polisi cepek membuat jalan menjadi semrawut. Di beberapa tempat bahkan marka jalan dijebol untuk berputar balik. Posisi putaran balik menjadi tidak terkendali sehingga bersinggungan dengan persimpangan. Banyaknya persimpangan jalan yang tidak teratur alurnya membuat kemacetan di saat-saat jam padat. Sebenarnya apabila di persimpangan tersebut tersedia lampu lalu lintas maka kemacetan dapat dikurangi. Biaya memperbaiki lampu lalu lintas lebih murah daripada membuat jalan terusan baru. Rekayasa lalu lintas perlu dilakukan di jalur-jalur tertentu seperti pembatasan jam dan penataan jalur satu arah.

4. Parkir di badan jalan
Definisi parkir di badan jalan bukan hanya berlaku pada angkutan umum yang ngetem tetapi juga pada parkir liar kendaraan pribadi. Biasanya pemilik kendaraan memilih memarkir sepanjang jalan karena malas masuk ke tempat parkir resmi atau karena tempat parkir memang terbatas. Walaupun hanya satu atau dua kendaraan yang parkir, namun pada saat jam sibuk membuat laju kendaraan lain menjadi lambat sehingga mengakibatkan kemacetan. Apalagi di tempat-tempat tertentu yang parkirnya memakan hampir seluruh badan jalan, maka laju kendaraan lain bisa terhambat sama sekali.

5. Menyeberang jalan tidak pada tempatnya
Yang ini berkaitan dengan sikap dan perilaku. Banyak para penyeberang jalan yang seenaknya menyeberang tidak pada tempatnya. Menyedihkannya lagi, "pelaku-pelaku"nya  tidak memandang status sosial, pendidikan dan pekerjaan. Kalau di tempat yang memang tidak disediakan sarana penyeberangan hal ini dapat dimaklumi. Namun di beberapa tempat yang jelas-jelas ada zebra cross apalagi jembatan penyeberangan masih banyak yang tidak memanfaatkannya. Bahkan di depan kampus dan kantor terkenal yang notabene tempat orang berpendidikan banyak yang menyeberang jalan sembarangan. Pengendara harus ekstra hati-hati dan berjalan pelan sehingga menyebabkan kemacetan.

6. Menunggu angkutan umum sembarangan
Perilaku yang ini adalah akibat simbiosis mutualisme antara penumpang dan angkutan umum. Selama ini angkutan umum yang menaikturunkan penumpang sembarangan dikenai denda resmi maupun tak resmi, namun pihak penumpang selalu aman, padahal justru penumpang itulah yang seharusnya dikenai sanksi. Angkutan umum tentu saja berusaha mencari penumpang, dimanapun, kapanpun dan akan melakukan apapun termasuk berhenti sembarangan, memotong jalan sembarangan, mundur sembarangan sampai melawan arus sembarangan. Penumpanglah yang harus memposisikan diri sehingga angkutan umum akan mengikuti keinginan penumpang.

Masih banyak faktor-faktor kecil lain yang mempunyai andil dalam kemacetan yaitu usia angkutan umum yang sudah tua sehingga mogok di jalan, pedagang/tukang sampah yang suka melawan arus, demonstrasi, pasar tumpah, PKL dan lain-lain. Semuanya akan menimbulkan pertanyaan: demi kemanusiaan, bolehkah membuat kemacetan???
Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bantuan Peta

Anda Berkunjung Dari